Bab 2: Istana Kekaisaran yang Megah #2

 


sketsa cerita menggambarkan megahnya istana kekaisaran dengan suasana yang harmonis dan penuh sejarah.

 

Bab 2

1. Perjalanan Menuju Ibukota  


Matahari pagi menyinari wajah Sunan Jati dan rombongannya saat mereka mendekati ibukota kekaisaran yang megah. Setelah perjalanan panjang melewati pegunungan terjal dan lembah yang penuh pesona, akhirnya mereka tiba di gerbang besar yang mengarah ke istana Kaisar Hong. Rombongan kecil dari Jawa itu disambut oleh pemandangan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya: tembok-tembok tinggi yang kokoh, dihiasi ornamen naga yang melambangkan kekuatan dan keabadian.  


Di sepanjang jalan menuju istana, penduduk lokal berkumpul untuk melihat mereka. Banyak yang penasaran dengan kedatangan Sunan Jati, yang kabarnya datang membawa pesan damai dari negeri yang jauh. Anak-anak kecil melambai sambil tertawa, sementara para pedagang berhenti sejenak untuk menyaksikan pemandangan langka tersebut.  


“Ini adalah tempat yang penuh keagungan,” gumam Abdulloh, abdi setia Sunan Jati. Matanya berkilauan melihat menara-menara emas yang menjulang tinggi di kejauhan.  


“Namun ingatlah,” jawab Sunan Jati dengan tenang, “kebesaran duniawi hanyalah sementara. Kita di sini bukan untuk mengagumi dunia, tetapi untuk membawa pesan damai dan kebenaran.”  


2. Gerbang Istana Kekaisaran  

Ketika mereka tiba di gerbang utama istana, pasukan penjaga dengan baju perang berlapis besi dan tombak berkilauan menyambut mereka. Di balik mereka, gerbang kayu besar dihiasi ukiran emas menggambarkan legenda naga dan phoenix.  


“Selamat datang, Yang Mulia Sunan Jati dari Jawa,” seorang pejabat istana berbaju sutra ungu menyambut dengan membungkukkan badan. Suaranya penuh hormat, namun tatapannya penuh rasa ingin tahu. “Kami telah menanti kedatangan Anda. Kaisar Hong sangat bersemangat untuk bertemu Anda.”  


Sunan Jati membalas dengan senyum dan membungkukkan badan sedikit sebagai tanda penghormatan. “Terima kasih atas sambutan hangat ini. Kami merasa terhormat bisa berdiri di hadapan kebesaran kerajaan Anda.”  


**3. Pemandangan Dalam Istana**  

Saat rombongan dibawa masuk, keindahan istana mulai tampak nyata. Lorong-lorong panjang yang dilapisi karpet merah terbentang di depan mereka, sementara dinding-dindingnya dihiasi lukisan-lukisan besar yang menggambarkan sejarah dan kemenangan Kaisar Hong. Di setiap sudut, lentera-lentera dari kertas berwarna merah keemasan menggantung, memberikan cahaya lembut yang menambah keindahan suasana.  


Abdulloh hampir kehilangan kata-kata melihat pemandangan itu. “Subhanallah… ini seperti surga dunia,” gumamnya.  


“Namun surga sejati adalah milik Allah, bukan karya manusia,” jawab Sunan Jati sambil melangkah dengan penuh wibawa.  


Di sepanjang jalan menuju aula utama, pelayan-pelayan istana berjajar dengan sikap hormat. Beberapa membawa nampan emas berisi kue bulan dan teh hijau wangi, sementara yang lain menunduk dalam-dalam saat rombongan lewat.  


4. Aula Utama Istana

Akhirnya, mereka tiba di aula utama, sebuah ruangan yang begitu megah hingga sulit dipercaya. Langit-langitnya tinggi dengan lukisan naga besar yang tampak seolah-olah sedang terbang melingkar. Pilar-pilar marmer berdiri kokoh, dihiasi ukiran emas dan batu permata. Di ujung aula, terdapat singgasana kaisar, sebuah kursi besar yang terbuat dari kayu cendana, berhiaskan ukiran phoenix emas yang anggun.  


Di depan singgasana, Kaisar Hong duduk dengan pakaian kebesarannya. Jubahnya terbuat dari sutra halus berwarna merah darah, dengan sulaman naga emas yang terlihat hidup. Wajahnya tampak tenang, namun penuh kewibawaan, mencerminkan seorang pemimpin yang dihormati dan disegani.  


Sunan Jati dan rombongannya membungkukkan badan sebagai tanda hormat. “Hamba, Sunan Jati, datang membawa salam dan pesan damai dari tanah Jawa,” katanya dengan suara lembut namun penuh kekuatan.  


Kaisar Hong tersenyum dan mengangguk pelan. “Sunan Jati, kami menyambut Anda dengan penuh kehormatan. Nama Anda telah sampai di telinga kami, dan kami mendengar tentang kebijaksanaan serta ajaran Anda yang membawa kedamaian.”  


5. Sambutan yang Hangat

Setelah formalitas awal selesai, Kaisar Hong memerintahkan pelayan untuk membawa rombongan Sunan Jati ke sebuah paviliun khusus di dalam kompleks istana. Paviliun itu dikelilingi taman yang indah, dengan kolam ikan yang jernih dan bunga-bunga yang bermekaran.  


Di dalam paviliun, mereka disuguhkan hidangan istimewa dari kerajaan. Piring-piring porselen berisi nasi harum, bebek panggang, dan berbagai jenis kue bulan dihidangkan. Meskipun hidangan itu terlihat mewah, Sunan Jati tetap menjaga kesederhanaannya.  


“Jangan lupa membaca basmalah sebelum makan,” bisiknya kepada Abdulloh, mengingatkan agar mereka tetap berpegang pada ajaran agama meskipun berada di negeri yang asing.  


6. Diskusi Awal dengan Kaisar Hong

Malam harinya, Sunan Jati diundang untuk makan malam bersama Kaisar Hong dan beberapa pejabat istana. Di meja makan yang panjang dan megah, perbincangan hangat terjadi.  


“Sunan,” kata Kaisar Hong, “saya mendengar bahwa Anda datang membawa pesan tentang kedamaian. Apa yang membuat Anda begitu yakin bahwa kedamaian bisa dicapai di dunia yang penuh dengan perbedaan ini?”  


Sunan Jati menatap kaisar dengan mata penuh keyakinan. “Yang Mulia, kedamaian bukanlah sesuatu yang datang dari keseragaman, tetapi dari rasa saling menghormati. Ketika kita melihat orang lain sebagai bagian dari diri kita, perbedaan menjadi indah, bukan ancaman.”  


Kata-kata itu membuat Kaisar Hong terdiam sejenak. Ia merasa ada kebijaksanaan mendalam dalam ucapan Sunan Jati, sesuatu yang tidak sering ia dengar dari para penasihatnya.  


7. Kesan Awal yang Mendalam 

Setelah makan malam usai, Kaisar Hong berbicara secara pribadi kepada salah satu penasihatnya. “Sunan Jati bukanlah orang biasa,” katanya. “Kata-katanya sederhana, tetapi memiliki kekuatan yang mampu menggugah hati.”  


Sementara itu, di paviliunnya, Sunan Jati menghabiskan malam dengan berdzikir dan berdoa. Ia berdoa agar perjalanannya membawa berkah, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang-orang yang ditemuinya.  


8. Pertemuan Tak Terduga  

Keesokan harinya, Sunan Jati diundang untuk bertemu dengan Puteri Sun, seorang wanita yang dikenal bijaksana dan penuh perhatian. Pertemuan ini tidak hanya mempererat hubungan antara dua kerajaan, tetapi juga membuka jalan bagi diskusi yang lebih dalam tentang ajaran Islam dan nilai-nilai kemanusiaan.  


Penutup Bab 2

Bab ini ditutup dengan gambaran tentang bagaimana kedatangan Sunan Jati mulai menginspirasi orang-orang di sekitarnya. Dari para pejabat hingga pelayan istana, banyak yang mulai tertarik dengan ajaran yang dibawanya. Namun, di balik sambutan hangat ini, ada beberapa pihak yang merasa waspada dan khawatir akan pengaruh baru ini terhadap tradisi mereka.  


Perjalanan Sunan Jati di negeri yang jauh ini baru saja dimulai. Istana yang megah telah menjadi saksi awal dari misi besar yang ia bawa, sebuah misi untuk menyebarkan pesan damai yang melampaui batas-batas geografis dan budaya.  

***🇮🇩***

(Sajak) 

Istana Kekaisaran yang Megah  


Di bawah langit merah muda pagi,  

Gerbang megah menjulang tinggi,  

Dihiasi naga menari di ukiran kayu,  

Seolah menjaga rahasia waktu.  


Lorong panjang berselimut karpet merah,  

Langit-langit dihias naga emas bersejarah,  

Dinding berbisik tentang kejayaan silam,  

Sejarah terukir dalam setiap pilar yang diam.  


Singgasana agung, cendana dan phoenix,  

Tempat Kaisar Hong memimpin tanpa pengikis,  

Jubahnya merah, sulamannya naga,  

Kekuasaannya terpancar hingga ujung samudra.  


Sunan Jati melangkah dengan damai,  

Hati teduh, jiwa tak terabai,  

Membawa pesan dari tanah jauh,  

Tentang kedamaian yang tak pernah luluh.  


"Kebesaran bukanlah istana yang tinggi,  

Tetapi hati yang saling menghormati,  

Kedamaian lahir bukan dari seragam,  

Melainkan dari perbedaan yang dijalin salam."  


Di taman paviliun bunga bermekaran,  

Angin lembut membawa harum kedamaian,  

Sunan berdoa di malam sunyi,  

Agar misi sucinya diridhoi Ilahi.  


Namun di balik senyum dan sambutan,  

Ada hati yang penuh kecurigaan,  

Akankah ajarannya diterima terang,  

Atau terhenti di lorong-lorong bayang?  


Istana megah menjadi saksi,  

Awal kisah perjalanan suci,  

Di negeri jauh, di bawah langit biru,  

Sunan Jati menyemai benih yang baru.  

Komentar

Postingan Populer