Indonesia di Mata Putin: Lebih dari Sekadar Hormat, Sebuah Kemitraan Strategis yang Berakar dari Sejarah

(Ilustrasi, Sumber: detikcom) 


"Tingginya penghormatan Vladimir Putin terhadap Indonesia bukanlah sekadar basa-basi diplomatik, melainkan fondasi bagi kemitraan strategis yang mendalam. Kemitraan ini berakar kuat pada ikatan sejarah era Soekarno, keselarasan prinsip kedaulatan dalam menolak dunia unipolar, serta pengakuan atas posisi vital Indonesia sebagai pemimpin ASEAN dan kekuatan ekonomi global. Oleh karena itu, Kremlin memandang Indonesia bukan hanya sebagai sahabat lama, tetapi sebagai mitra alami yang krusial dalam upayanya membangun tatanan dunia baru yang multipolar."


Di panggung diplomasi global yang penuh intrik, gestur seorang pemimpin dunia memiliki makna yang berlapis. Ketika Vladimir Putin secara konsisten menunjukkan penghormatan yang mendalam kepada Indonesia dan kepemimpinannya, ini bukanlah sekadar basa-basi. Ini adalah sinyal dari sebuah hubungan yang berakar kuat pada sejarah, dipererat oleh kesamaan prinsip, dan didorong oleh kalkulasi strategis di dunia yang sedang bergejolak.


Saat dunia menekan Presiden Joko Widodo untuk mengucilkan Rusia dari KTT G20 di Bali pada 2022, Indonesia berdiri teguh. Dengan sikap "bebas aktif" yang menjadi ciri khasnya, Jakarta menolak tunduk. Di mata Kremlin, tindakan ini lebih dari sekadar diplomasi; itu adalah penegasan kedaulatan yang langka dan sangat dihargai. Lantas, mengapa Putin begitu menghormati Indonesia? Jawabannya terletak pada tiga pilar utama.

Baca juga:

https://tebuireng.online/meninjau-ulang-gaji-ke-13-asn-seberapa-penting/


Pilar Pertama: Gema Sejarah yang Tak Pernah Padam


Bagi seorang pemimpin yang sangat sadar akan sejarah seperti Putin, masa lalu adalah kunci masa kini. Hubungan hangat Rusia-Indonesia bukanlah fenomena baru, melainkan gema dari persahabatan era Perang Dingin. Ketika Presiden Soekarno dengan lantang menyuarakan perlawanan terhadap kolonialisme, Uni Soviet di bawah Nikita Khrushchev menjadi salah satu pendukung utamanya.


Puncaknya adalah saat konfrontasi pembebasan Irian Barat (Papua). Di saat negara-negara Barat ragu, Moskow membuka gudang senjatanya. Jet tempur canggih MiG, kapal selam kelas Whiskey, dan kapal perang modern mengalir ke Indonesia, memberikan daya gentar yang signifikan. Bagi Rusia, ini bukan sekadar transaksi, melainkan "hutang budi" dan investasi persahabatan dengan sebuah negara yang berani menempuh jalannya sendiri. Kenangan ini tertanam kuat dalam DNA diplomatik Kremlin.


Pilar Kedua: Cermin Kedaulatan di Panggung Dunia


Namun, hubungan ini bukan sekadar nostalgia. Pilar terpenting yang menopang hubungan saat ini adalah resonansi prinsip kedaulatan yang begitu kuat. Visi utama kebijakan luar negeri Putin adalah menciptakan "dunia multipolar"—sebuah tatanan global di mana tidak ada satu negara pun (baca: Amerika Serikat) yang bisa mendikte negara lain.


Di sinilah politik luar negeri "bebas aktif" Indonesia menjadi mitra ideologis yang sempurna. Prinsip ini, yang menolak untuk memihak blok mana pun dan bertindak berdasarkan kepentingan nasional, adalah perwujudan dari visi multipolar yang diperjuangkan Putin. Indonesia dipandang sebagai contoh ideal: negara besar, berdaulat, dan tidak mau ditekan.


Sikap tegas Presiden Jokowi selama presidensi G20 menjadi bukti hidup dari prinsip ini. Ia tidak hanya mengabaikan tekanan untuk mengeluarkan Putin, tetapi juga secara berani terbang ke Kyiv dan Moskow untuk misi perdamaian. Di mata Putin, ini adalah tindakan seorang negarawan sejati yang menegaskan otonomi strategis negaranya, sebuah kualitas yang sangat ia kagumi.


Pilar Ketiga: Kalkulasi Sang Ahli Strategi


Di luar sejarah dan prinsip, Putin adalah seorang ahli strategi yang pragmatis. Ia melihat posisi Indonesia yang sangat vital di abad ke-21.


Pemimpin ASEAN: Sebagai negara terbesar dan paling berpengaruh di Asia Tenggara, Indonesia adalah gerbang menuju seluruh kawasan. Hubungan baik dengan Jakarta adalah kunci untuk memperluas pengaruh Rusia di salah satu wilayah paling dinamis di dunia.


Negara Muslim Terbesar: Dalam upayanya membangun aliansi non-Barat, Putin secara aktif merangkul dunia Islam. Menjalin kemitraan erat dengan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia adalah langkah soft power yang sangat cerdas. Gestur Putin mencium Al-Qur'an di Dagestan dan penghormatannya terhadap Indonesia saling terkait dalam narasi besar ini.


Kekuatan Ekonomi G20: Sebagai raksasa ekonomi yang sedang bangkit, Indonesia adalah pasar yang menjanjikan dan mitra investasi strategis, terutama ketika Rusia mencari alternatif dari pasar Eropa. Kerja sama konkret seperti pembelian jet tempur Sukhoi dan investasi Rosneft di kilang Tuban adalah bukti nyata dari kemitraan ini.


Kesimpulan: Mitra Alami di Dunia yang Berubah


Penghormatan Vladimir Putin terhadap Indonesia bukanlah sebuah kebetulan. Ia adalah sintesis kuat dari kenangan persahabatan historis, kekaguman atas prinsip kedaulatan yang sama, dan pengakuan atas peran strategis Indonesia di masa depan.


Bagi Kremlin, Indonesia bukan sekadar negara sahabat; ia adalah mitra alami dalam perjuangan membangun tatanan dunia baru yang lebih seimbang. Sebuah negara yang membuktikan bahwa untuk menjadi besar, Anda tidak perlu mengikuti siapa pun, tetapi cukup menjadi diri sendiri. Dan dalam pandangan dunia Putin, itulah bentuk penghormatan tertinggi. Selesai. 

Baca juga:

https://baguscorner45.blogspot.com/2025/06/jombang-di-antara-berkah-tunggorono-dan.html?m=1

Tag: Hubungan Internasional, Politik Luar Negeri, Rusia-Indonesia, Vladimir Putin, Joko Widodo, Geopolitik, Kedaulatan Nasional, Dunia Multipolar

, Politik Bebas Aktif, Sejarah Diplomasi

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer