Peluang dan Kendala Pengusulan Jabatan Fungsional Pembimbing dalam Skema BKN untuk Guru Muatan Lokal
Oleh: R1
Perjalanan panjang para guru Muatan Lokal (Mulok) di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Jombang, dalam memperjuangkan status dan kesejahteraan mereka sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih menyisakan banyak tantangan fundamental. Salah satu isu paling krusial yang mencuat adalah absennya nomenklatur "Jabatan Fungsional Pembimbing" yang spesifik untuk guru Mulok dalam skema jabatan yang diakui secara resmi oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB).
Sebagaimana diketahui, guru Mulok seperti pengampu mata pelajaran Pendidikan Diniyah, Baca Tulis Al-Qur'an (BTQ), Bahasa Daerah, dan Pendidikan Karakter memegang peran vital dalam pembangunan moral, pelestarian budaya lokal, dan penguatan identitas daerah. Di Kabupaten Jombang, program Mulok bahkan menjadi salah satu program unggulan Pemerintah Daerah yang didukung kuat oleh masyarakat. Namun, ironisnya, status ribuan guru Mulok, khususnya yang masuk kategori honorer R3 (lulus seleksi namun tidak mendapat formasi) dan R4 (belum pernah ikut seleksi), belum sepenuhnya mendapatkan pengakuan formal dalam sistem kepegawaian nasional.
Iklan monetag:
Monitice your website traffic or link :
https://monetag.com/?ref_id=mAZg
Dasar Hukum dan Kendala Struktural
Kendala utama ini berakar pada kerangka regulasi yang ada. Hingga pertengahan 2025, BKN masih mengacu pada daftar jabatan fungsional yang diatur dalam Peraturan Menteri PANRB No. 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional. Aturan ini menyederhanakan dan mengintegrasikan ribuan jabatan fungsional yang ada, namun belum secara eksplisit menyediakan ruang bagi guru-guru dengan kekhususan lokal. Dalam daftar resmi yang memuat lebih dari 200 jabatan fungsional, tidak ditemukan nomenklatur "Pembimbing" yang sesuai dengan lingkup kerja guru Mulok.
Beberapa jabatan yang menggunakan istilah "Pembimbing" seperti Pembimbing Kemasyarakatan di bawah Kementerian Hukum dan HAM atau Pembimbing Kesehatan Masyarakat memiliki deskripsi pekerjaan, kualifikasi, dan unit kerja yang sangat spesifik dan tidak dapat disamakan dengan tugas guru Mulok di satuan pendidikan. Ketidaksesuaian ini menciptakan kebuntuan administratif: Pemerintah Daerah tidak bisa mengusulkan formasi PPPK untuk guru Mulok di bawah jabatan fungsional guru yang ada, karena kualifikasi dan linearitas ijazah mereka seringkali tidak cocok dengan mata pelajaran yang diakui secara nasional. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang mensyaratkan pengangkatan PPPK harus didasarkan pada formasi jabatan yang telah ditetapkan.
Akibatnya, sebagian besar guru Mulok yang telah bertahun-tahun mengabdi tidak bisa diikutsertakan dalam pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) untuk pengangkatan PPPK, kecuali daerah menginisiasi solusi kreatif seperti "Jabatan Tampungan" atau Jabatan Khusus yang memerlukan persetujuan rumit dari pusat.
***
Bagaimana jika Artis Tiongkok Bai Lu dan Zhang Linghe memerankan Novel ini? 🤭🙏🇮🇩:
https://fiksi-in.blogspot.com/2025/07/novel-shadowed-peony-dalam-proses.html?m=1
***
Konteks Jombang dan Dilema Daerah
Di Kabupaten Jombang, persoalan ini menjadi sangat nyata dengan adanya sekitar 1.200 guru Mulok yang sebagian besar masih berstatus honorer. Angka ini merefleksikan peluang sekaligus tantangan besar. Di satu sisi, komitmen Pemkab Jombang terhadap pendidikan berbasis kearifan lokal sangat kuat, yang sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola urusan pendidikan dan kebudayaan.
Di sisi lain, keterbatasan anggaran dan kekakuan aturan pusat menjadi tembok penghalang. Secara nasional, prioritas pengangkatan PPPK lebih difokuskan pada jabatan guru mapel nasional (guru kelas, BK, agama nasional), tenaga kesehatan, dan tenaga teknis strategis. Guru Mulok seringkali terpinggirkan, dianggap sebagai "kebutuhan lokal" yang pembiayaannya menjadi tanggung jawab daerah sepenuhnya, meskipun peran mereka sama pentingnya dalam membentuk karakter siswa.
https://www.profitableratecpm.com/np0630feqx?key=35b49d0d4969953321c464090bd2c2c2
Opsi Strategis dan Peluang dalam Regulasi Baru
Untuk mengatasi kebuntuan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang sinergis. Terbitnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) membawa angin segar sekaligus tantangan baru. UU ini mengamanatkan penataan tenaga non-ASN harus selesai paling lambat Desember 2024. Hal ini memaksa pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mencari solusi komprehensif. Berikut beberapa opsi yang bisa ditempuh:
Pengusulan Jabatan Fungsional Khusus ke KemenPANRB:
Ini adalah solusi paling ideal dan permanen. Pemkab Jombang, melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dapat menyusun naskah akademis yang komprehensif mengenai urgensi Jabatan Fungsional Pembimbing Muatan Lokal. Naskah ini harus memuat analisis jabatan (Anjab), analisis beban kerja (ABK), standar kompetensi, serta proyeksi jenjang karier. Proses ini memang panjang dan memerlukan lobi politik yang kuat, namun beberapa daerah telah berhasil melakukannya untuk jabatan teknis spesifik seperti Pamong Budaya.
https://www.profitableratecpm.com/fqigvtyp?key=9924136ac889d77b1dffa4252b4868e5
Pemberian Formasi Jabatan Pelaksana (Solusi Pragmatis):
Jika jalur fungsional buntu, guru Mulok dapat diakomodasi sementara dalam jabatan pelaksana atau tenaga teknis administrasi di sekolah. Meskipun tidak ideal karena tidak mencerminkan tugas mengajar mereka, opsi ini dapat memberikan status PPPK dan jaminan pendapatan tetap. Namun, perlu dipastikan bahwa penempatan ini tidak mengganggu jenjang karier mereka di masa depan jika jabatan fungsional yang sesuai telah tersedia.
Baca juga :
https://asn-news45.blogspot.com/2025/07/ringkasan-lengkap-mengenai-perkembangan.html
Implementasi PPPK Paruh Waktu:
UU ASN No. 20 Tahun 2023 membuka kemungkinan adanya PPPK Paruh Waktu. Skema ini bisa menjadi jalan tengah yang brilian. Guru Mulok dapat diangkat sebagai PPPK dengan jam kerja dan gaji yang disesuaikan (misalnya 50%), sehingga tidak terlalu membebani APBD. Solusi ini memungkinkan pengakuan status ASN bagi lebih banyak honorer sambil menunggu afirmasi penuh dari pemerintah pusat. Ini adalah salah satu instrumen yang paling mungkin digunakan untuk menuntaskan masalah honorer secara massal sesuai amanat UU.
Penguatan Dukungan Regulasi dan Politik di Tingkat Lokal:
Perjuangan ini memerlukan fondasi hukum yang kuat di tingkat daerah. DPRD Kabupaten Jombang dapat berperan aktif dengan menginisiasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian dan Pengembangan Muatan Lokal. Perda ini tidak hanya akan memperkuat posisi tawar Pemkab saat bernegosiasi dengan pusat, tetapi juga bisa menjadi dasar hukum untuk alokasi anggaran khusus bagi kesejahteraan guru Mulok. Audiensi dan rapat dengar pendapat dengan para guru honorer harus menjadi agenda rutin untuk menjaga momentum perjuangan.
Baca juga:
https://delaccount.blogspot.com/2025/07/how-to-delete-whatsapp-account.html
Kesimpulan: Menjemput Keadilan Formal
Nasib para guru Muatan Lokal berada di persimpangan jalan antara pengabdian tulus dan ketidakpastian status. Solusinya sangat ditentukan oleh sinergi antara aspirasi kolektif para guru, keberanian Pemerintah Daerah untuk berinovasi dan mengusulkan formasi, serta keterbukaan pemerintah pusat untuk merevisi nomenklatur jabatan demi mengakomodasi kekhususan daerah. Di tengah keterbatasan yang ada, suara ribuan guru Mulok di Jombang dan daerah lainnya harus menjadi motor penggerak menuju perubahan yang lebih adil dan berkeadilan.
Guru Muatan Lokal adalah penjaga moral, pilar budaya, dan peneguh identitas daerah. Sudah saatnya peran besar mereka tidak hanya diakui secara seremonial, tetapi juga dilegalkan secara formal dalam sistem kepegawaian negara yang bermartabat.
Selesai.
***
Tag: guru muatan lokal, kabupaten Jombang, BKN, regulasi, pembimbing, guru, jabatan fungsional, PPPK
Komentar
Posting Komentar