Minat Daerah pada PPPK Paruh Waktu Rendah, Kemendagri Siapkan Surat Edaran untuk Atasi Kebuntuan Anggaran

 


Kontingen Patriot 2 Gladi Bersih Di Prancis

Indonesia – Upaya pemerintah pusat untuk memberikan jaring pengaman bagi jutaan tenaga honorer melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu kini menghadapi tantangan signifikan di tingkat daerah. Kebijakan yang dirancang sebagai solusi untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ini ternyata mendapatkan respons yang minim dari pemerintah daerah (pemda). Menghadapi potensi kebuntuan ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengambil langkah strategis dengan menyiapkan Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia.

Langkah ini menjadi krusial mengingat tenggat waktu penghapusan status tenaga honorer yang semakin dekat, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam UU tersebut, status kepegawaian di instansi pemerintah hanya akan mengenal PNS dan PPPK, yang secara efektif mengakhiri era tenaga honorer pada Desember 2024. Skema PPPK Paruh Waktu diperkenalkan sebagai jalan tengah yang manusiawi, khususnya bagi para honorer yang telah lama mengabdi namun tidak berhasil lulus dalam seleksi PPPK Penuh Waktu.

Akan tetapi, niat baik pemerintah pusat ini terbentur pada dinding realitas fiskal di daerah. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Dr. Drs. Agus Fatoni, M.Si., secara terbuka mengakui bahwa kendala utama yang menyebabkan rendahnya usulan formasi dari pemda adalah kekhawatiran terkait beban anggaran.

"Hingga saat ini, usulan dari pemerintah daerah untuk formasi PPPK Paruh Waktu memang masih sangat sedikit. Kami memahami bahwa hambatan utamanya adalah kekhawatiran pemda terkait kemampuan APBD untuk membiayai gaji mereka," ujar Fatoni dalam keterangannya.


Baca juga:

https://asn-news45.blogspot.com/2025/07/ringkasan-lengkap-mengenai-perkembangan.html

Kekhawatiran para kepala daerah ini bukan tanpa dasar. Sebagian besar APBD di berbagai provinsi, kabupaten, dan kota telah teralokasi untuk pos-pos belanja wajib (mandatory spending), seperti 20% untuk pendidikan, 10% untuk kesehatan, serta alokasi untuk infrastruktur dan program prioritas daerah lainnya. Menambah pos belanja pegawai baru, meskipun untuk skema paruh waktu, dinilai akan menambah tekanan pada struktur anggaran yang sudah ketat. Terlebih, banyak daerah yang masih memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbatas dan sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat untuk operasional pemerintahan.

Sikap hati-hati pemda dalam mengusulkan formasi ini menciptakan sebuah dilema besar. Di satu sisi, mereka diwajibkan untuk mematuhi kebijakan nasional dan UU ASN. Di sisi lain, mereka harus menjaga kesehatan dan kesinambungan fiskal daerah agar pelayanan publik esensial lainnya tidak terganggu.

Menyadari kebuntuan ini, Kemendagri, dalam fungsinya sebagai pembina dan pengawas pemerintah daerah, tidak tinggal diam. Bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) selaku perumus kebijakan ASN, Kemendagri kini sedang memfinalisasi Surat Edaran sebagai instrumen untuk menjembatani kesenjangan persepsi dan kebijakan.

"Kami di Kemendagri bersama rekan-rekan dari KemenPAN-RB sedang merampungkan draf Surat Edaran untuk seluruh gubernur, bupati, dan wali kota. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong, meyakinkan, dan memberikan penegasan agar pemerintah daerah segera memasukkan alokasi anggaran bagi PPPK Paruh Waktu," tegas Fatoni.

Surat Edaran ini dirancang untuk memiliki beberapa fungsi strategis. Pertama, sebagai penegasan bahwa penyelesaian masalah tenaga non-ASN adalah prioritas nasional yang membutuhkan komitmen bersama dari pusat hingga daerah. Kedua, memberikan arahan teknis dan keyakinan kepada pemda bahwa kebijakan ini telah melalui kajian mendalam, termasuk potensi dampaknya terhadap keuangan daerah. Ketiga, SE ini diharapkan dapat memicu pemda untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kembali postur APBD mereka, mencari ruang fiskal yang dapat dioptimalkan untuk penganggaran skema ini.

Penerbitan Surat Edaran ini menjadi bukti keseriusan pemerintah pusat dalam memastikan tidak ada honorer yang dirugikan akibat transisi kebijakan. Nasib lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN yang terdata di Badan Kepegawaian Negara (BKN) kini sangat bergantung pada keberhasilan implementasi skema PPPK Penuh Waktu dan Paruh Waktu. Jika skema paruh waktu ini gagal diadopsi secara luas oleh daerah, maka ancaman PHK massal pada akhir tahun 2024 menjadi sebuah keniscayaan yang dapat menimbulkan guncangan sosial dan ekonomi.

****

Tag: ASN, PPPK, Kemendagri, pemda, honorer, 2025,Indonesia

Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Surat Edaran yang akan datang hanyalah langkah awal. Implementasi di lapangan, yang menuntut komitmen politik dan kemampuan manajerial anggaran dari setiap kepala daerah, akan menjadi penentu akhir dari nasib jutaan abdi negara yang selama ini berada dalam ketidakpastian status.

Komentar

Postingan Populer